Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (disingkat Babel) adalah sebuah provinsi di Indonesia yang terdiri dari dua pulau utama, yaitu Pulau Bangka dan Pulau Belitung dan pulaupulau kecil (P. Lepar, P. Pongok, P. Mendanau dan P. Selat Nasik) dengan total pulau yang telah memiliki nama berjumlah 470 buah dan yang berpenghuni hanya 50 pulau. Bangka Belitung terletak pada koordinat 1º 50’ - 3º 10’ LS dan 105º - 10º BT. Provinsi ini mempunyai total area seluas 1.725.14 km2 (7,229. 2 mil²) dengan luas daratan 16.424.14 km2(6,341.40 mil²) dan perairan seluas 65.301 km2 (25,213 mil²) serta panjang garis pantai sekitar 1.200 km . Kepulauan Bangka Belitung dikenal sebagai satu-satunya wilayah penghasil timah di Indonesia. bahkan nama Bangka sendiri berasal dari wangka yang artinya timah. Sejak dahulu sumber daya alam utama di Pulau Bangka Belitung adalah timah. Tercatat industri pertambangan timah dimulai sejak abad ke-19 pada era kolonial dan kemudian dikelola oleh pemerintah Indonesia setelah kemerdekaan dengan PT Timah sebagai salah satu perusahaan milik negara yang didirikan pada tahun 1976.Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (disingkat Babel) adalah sebuah provinsi di Indonesia yang terdiri dari dua pulau utama, yaitu Pulau Bangka dan Pulau Belitung dan pulaupulau kecil (P. Lepar, P. Pongok, P. Mendanau dan P. Selat Nasik) dengan total pulau yang telah memiliki nama berjumlah 470 buah dan yang berpenghuni hanya 50 pulau. Bangka Belitung terletak pada koordinat 1º 50’ - 3º 10’ LS dan 105º - 10º BT. Provinsi ini mempunyai total area seluas 1.725.14 km2 (7,229. 2 mil²) dengan luas daratan 16.424.14 km2(6,341.40 mil²) dan perairan seluas 65.301 km2 (25,213 mil²) serta panjang garis pantai sekitar 1.200 km . Kepulauan Bangka Belitung dikenal sebagai satu-satunya wilayah penghasil timah di Indonesia. bahkan nama Bangka sendiri berasal dari wangka yang artinya timah. Sejak dahulu sumber daya alam utama di Pulau Bangka Belitung adalah timah. Tercatat industri pertambangan timah dimulai sejak abad ke-19 pada era kolonial dan kemudian dikelola oleh pemerintah Indonesia setelah kemerdekaan dengan PT Timah sebagai salah satu perusahaan milik negara yang didirikan pada tahun 1976.
Perkembangan tambang timah di Provinsi Bangka Belitung tidak lepas dari peraturan pemerintah yang mengaturnya. Pembaruan Persetujuan Ekspor Timah Batangan berlaku pada tanggal 3 Mei 2018, setelah selesainya revisi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 33 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 44/MDAG/PER/7/2014 Tentang Ketentuan Ekspor Timah menjadi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53 Tahun 2018 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 44/M-DAG/7/2014 Tentang Ketentuan Ekspor Timah pada tanggal 17 April 2018 dan ditambah dengan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) No. 11/2018 tentang Tata Cara Pemberian Wilayah, Perizinan, dan Pelaporan Pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba). Kondisi ini mampu membuat kegiatan penambangan timah semakin berkembang dengan pesat. Seiring dengan kemajuan teknologi proses penambangan timah menjadi efektif dan efisien. Proses penambangan timah terdiri dari beberapa tahapan kompleks yang dilakukan oleh PT. Timah.
a. Penambangan timah lepas pantai
Dalam penambangan timah lepas pantai (off shore) perusahaan menggunakan armada kapal keruk yang mempunyai kapasitas mangkok (bucket) dengan ukuran 7 cuft sampai 24 suft. Kapal keruk beroperasi dari kedalaman 15 meter sampai 50 meter di bawah permukaan laut dan mampu menggali sebanyak 3,5 juta meter kubik material setiap bulan. Setiap kapal keruk dioperasikan 100 karyawan yang terbagi atas 3 kelompok dalam waktu 24 jam.
b. Penambangan Darat Hampir
80% dari total produksi timah berasal dari penambangan di darat mulai dari Tambang Skala Kecil berkapasitas 20 m3/jam dan Tambang Besar berkapasitas 100 m3/jam. Proses penambangan timah alluvial ini menggunakan pompa semprot (gravel pump). Setiap penambangan dilakukan berdasarkan perencanaan yang dibuat oleh perusahaan dengan memberikan peta cadangan yang telah dilakukan pengeboran sebelumnya untuk mengetahui kekayaan dari cadangan tersebut dan mengarahkan agar sesuai dengan prosedur pengelolaan lingkungan hidup dan keselamatan kerja.
Dari hasil penambangan yang dilakukan baik di darat maupun di laut, kemudian bijih timah diproses di Pusat Pencucian Bijih Timah (Washing Plant) terlebih dahulu untuk meningkatkan kadar (grade) Sn-nya dari 20 - 30% Sn menjadi 72% Sn untuk memenuhi persyaratan peleburan. Hasil akhir dari seluruh tahapan menghasilkan produk akhir berupa logam timah yang berkualitas dengan kadar Sn yang tinggi dan kandungan pengotor (impurities) yang rendah. Akibat dari penambangan timah di Bangka Belitung sangat memberikan dampak terhadap lingkungan. Penambangan meninggalkan ribuan hektar lahan bekas berupa tanah timbunan dan gundukan pasir tailing. Karena dalam praktiknya lokasi penambangan yang telah digali tidak dapat 100% ditimbun kembali sehingga sekitar kurang lebih 30% lokasi tambang tersebut akan berbentuk kolong.
Pada tahun 2014, Badan Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung mengeluarkan data kerusakan lingkungan yang terjadi. Kerusakan total kelas tingkat lahan kritis yaitu 1.675.240,51 Ha dengan kriteria lahan kritis 15,15%, potensial kritis sebesar 37,28%, dan lahan agak kritis 44,54% serta 10,79% berupa lahan tidak kritis dan lainnya. Tingkat lahan kritis ini hanya 10,20 % dari luas daratan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Tetapi yang menjadi permasalahan bukanlah ukuran luas lahan rusak, namun bahaya nyata adalah kerusakan lingkungan yang sudah sampai tahap tidak dapat dimanfaatkan. Menurut Pirwanda, 2015, aktivitas TI, penambangan telah merubah penggunaan lahan sebesar 9.62 % dari arahan fungsi kawasan Rencana Tata Ruang Kabupaten Belitung (2005-2014). Dampak lainnya adalah pada kolong tempat penambangan yang sudah terkontaminasi jenis logam berat seperti ferum (Fe), timbal (Pb), dan arsen (As) sudah melebihi ambang batas normal yaitu lebih dari 4 ppm yang berbahaya bagi kesehatan. Ditambah lagi dengan adanya pencemaran aliran sungai yang menyebabkan kualitas air menjadi kotor dan mengalami pendangkalan sehingga tidak bisa dimanfaatkan oleh masyarakat. Dalam Buku Data Statistik Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tahun 2015 menyebutkan ada 192 kolong dengan luas 1 Ha hingga 22 Ha yang sudah dimanfaatkan dan belum dimanfaatkan.
Dari beberapa literatur dan penelitian diketahui bahwa untuk memanfaatkan lahan bekas tambang harus ada upaya pemulihan lahan yang telah rusak melalui kegiatan reklamasi dan revegetasi agar dapat berfungsi optimal kembali. Tahapan yang telah dilakukan oleh PT. Timah TBK dan PT. Kobatin adalah reklamasi lahan, penataan lahan untuk proses penanaman covervrop dan tanaman utama, serta melakukan pemeliharaan. Kegiatan penataan lahan melihat kesesuaian rona awal lahan dengan cara penimbunan kolong dan perataan tanah timbunan. Untuk mengembalikan kandungan organik pada bekas lahan dilakukan dengan cara menanam jenis tanaman yang mudah tumbuh, seperti kacang-kacangan (cover crop plant). Desain teknis penanaman tanaman utama adalah dengan cara pemberian lapisan atas top soil (tanah berhumus) ditambah kompos dengan lubang tanam ± 0,5 m untuk menetralkan keasaman tanah. Dari proses tersebut dalam waktu 5-6 tahun dapat menghasilkan tanah yang dapat ditanami tanaman reklamasi seperti Karet, Jambu Mete, Mahoni, Sengon, Acasia, Gaharu, dan Durian Lokal.
Selain memiliki sumber daya alam Provinsi Kepulauan Bangka Belitung juga memiliki beragam sumber daya alam lainnya. Sumber daya alam tersebut dapat dimanfaatkan masyarakat Bangka Belitung untuk memenuhi kebutuhan hidup selain dari sektor pertambangan. Terbukti pada 2015, PDRB ADHB dan ADHK terus mengalami peningkatan baik disektor migas maupun non migas. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kunci perekonomian di Bangka Belitung bukan hanya dari pertambangan melainkan juga dari sektor non tambang. Untuk melihat lebih lanjut persebaran sumber daya alam di Bangka Belitung bisa dilihat dalam tabel berikut.
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui yang menjadi sektor basis pada masing-masing kabupaten diantaranya:
1. Kab. Bangka berfokus pada sektor Pertanian, kehutanan, dan perikanan; Pertambangan dan penggalian; Industri pengolahan; Pengadaan listrik dan gas; Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang; Informasi dan komunikasi; Jasa keuangan dan asuransi; Real estat;
2. Kab. Belitung Timur berfokus pada sektor Pertanian, kehutanan, dan perikanan; Pertambangan dan penggalian; Pengadaan air, pengelolaan sampah, limbah dan daur ulang; Penyedia akomodasi dan makan minum; Jasa perusahaan; Administrasi pemerintahan, pertahan dan jaminan sosial; Jasa kesehatan dan kegiatan sosial.
3. Kota Pangkal Pinang berfokus pada sektor pengadaan air, pengelolaan sampah, limbah dan daur ulang; konstruksi; pedagang besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor; transportasi dan pergudangan; penyediaan akomodasi dan makan minum; informasi dan komunikasi; jasa keuangan dan asuransi; real estat; jasa perusahaan; administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial wajib; jasa pendidikan; jasa kesehatan dan kegiatan sosial; jasa lainnya.
4. Kab Bangka Tengah berfokus pada sektor pertambangan dan penggalian; konstruksi; perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan motor; transportasi dan pergudangan; penyedia akomodasi dan makan minum; informasi dan komunikasi; administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib.
5. Kab Belitung berfokus pada sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan; pengadaan listrik dan gas; pengadaan air, pengelolaan sampah, limbah dan daur ulang; transportasi dan pergudangan; penyedia akomodasi dan makan minum; informasi dan komunikasi; jasa keuangan dan asuransi; real estat; jasa perusahaan; administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib; jasa kesehatan dan kegiatan sosial; jasa lainnya.
6. Kab Bangka Selatan berfokus pada sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan; pertambangan dan penggalian.
7. Kab Bangka Barat berfokus pada sektor industri pengolahan.
Jika dikaitkan dengan kemiskinan dan untuk terus memenuhi kebutuhan manusia, penambangan menjadi solusi tercepat dalam kekayaan, Namun di sisi lain kerusakan lingkungan menjadi rusak menjadi tidak bisa dimanfaatkan kembali. Berbicara mengenai sumber daya alam tentu berbicara juga dengan peran teknologi yang tepat guna. Dalam melakukan pelestarian terhadap eksploitasi sumber daya alam masyarakat dapat memilih teknologi dan cara produksi yang dapat memperkecil dampak negatif kepada lingkungan. Sebagai masyarakat Provinsi Kepulauan Bangka Belitung bisa memanfaatkan potensi sumber daya alam selain tambang timah. Bisa dilihat bahwa Bangka Belitung memiliki beragama sumber daya alam yang tersebar secara merata di wilayahnya dan tidak terfokus pada penambangan saja. Ketika sumber daya alam dapat dimanfaatkan dengan baik maka terjadi keseimbangan sumber daya. Sehingga masyarakat dapat memanfaatkan secara optimal dalam memenuhi kebutuhan. Akhir dari permasalahan yang terjadi akan menjadi tuntas jika disikapi dengan solusi-solusi yang berkelanjutan.
- Pemerintah berupaya meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya menjaga lingkungan dan membuat regulasi aturan yang mengatur pemanfaatan sumber daya alam.
- Perlu adanya inventarisasi dan evaluasi sumber daya alam serta pemanfaatannya secara merata yang berkelanjutan
- Meningkatkan penelitian dan pengembangan potensi sumber daya alam untuk pertanian, industri, kesehatan, dll d. Menyediakan infrastruktur dan spasial sumber daya alam di darat, laut, dan udara
- Persyaratan AMDAL bagi usaha untuk keseimbangan lingkungan
- Penyuluhan dan kerja sama antara lembaga masyarakat dan pengelola lingkungan
Karena pembangunan yang baik adalah pembangunan yang berwawasan lingkungan yang memperhatikan kerusakan lingkungan serendah mungkin dan dapat menilai manfaat untung ruginya keputusan yang diambil untuk generasi mendatang.
Daftar Pustaka
Ibrahim, I. (2015). Dampak Penambangan Timah Ilegal Yang Merusak Ekosistem Di Bangka Belitung. Selisik, 1(1), 77–90. www.timah.com/v2/ina/tentang-kami/8
Soewartoyo, & Soetopo, T. (2009). Potensi Sumber Daya Alam dan Peningkatan Kulaitas Sumber Daya Manusia di Kawasan Masyarakat Pesisir, Kabupaten Bangka. Jurnal Kependudukan Indonesia, IV(2), 61–78. http://ejurnal.kependudukan.lipi.go.id/index.php/jki/article/download/185/217
Sudiyanto, Y. (2020). Prosiding tpt xxix perhapi 2020. Prosiding Tpt Xxix Perhapi 2020 Optimalisasi, December, 221–232.
Widiarsih, D. (2016). Analisa Potensi Ekonomi Daerah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Jurnal Akuntansi Dan Ekonomika, 6(2), 150–167.
Yulianti, Bani, B., & Albana. (2020). Analisa Pertambangan Timah Di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Jurnal Ekonomi, 22(1), 54–62.